Senin, 08 Februari 2016

Komisi I DPR RI Ingatkan Indonesia Tak Remehkan Isu Papua di MSG

Komisi I DPR RI Ingatkan Indonesia Tak Remehkan Isu Papua di MSG


Dalam seminar “Tindak Lanjut Kebijakan Presiden Jokowi Untuk Papua Tanah Damai”. Seminar dilangsungkan, Rabu (27/1/2016) di Auditorium Utama Kantor LIPI, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya mengingatkan Pemerintah Indonesia tak meremehkan issu Papua – Jubi/Arjuna
Jakarta, Jubi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar seminar nasional dengan thema “Tindak Lanjut Kebijakan Presiden Jokowi Untuk Papua Tanah Damai”. Seminar dilangsungkan, Rabu (27/1/2016) di Auditorium Utama Kantor LIPI, Jalan Gatot Subroto No.10 Jakarta.
Narasumber yang hadir dalam diskusi yakni Mayjen (TNI) Yoedhi Swastono (Deputi I Menkopolhukam), Mayjen (TNI) Kaharuddin Wahab (Komandan Satgas Papua Damai), Hilmar Farid, Ph.D (Dirjen Kebudayaan), Tantowi Yahya (Wakil Ketua Komisi I DPR RI), Latifah Anum Siregar (Direktur Aliansi Demokrasi Papua) dan Victor Mambor (Pimpinan Umum Koran Jubi), dan Cahyo Pamungkas (LIPI) dengan moderator Poengky Indarti (Direktur Imparsial).
Berbagai kebijakan Jokowi terhadap Papua baik mengenai pembangunan, kebebasan menyampaikan pendapat, pendidikan dan kesehatan, ekonomi dan masalah politik Papua dibahas dalam seminar tersebut. Namun pembahasan akhirnya lebih mengerucut pada masalah politik Papua. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya mengingatkan Pemerintah Indonesia tak meremehkan issu Papua dan selalu jadi pembahasan hangat negara-negara Pasifik yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG).
Home content advertisement before tabbed
Hal itu dikatakan, Tantowi menimpali pernyataan Mayjen (TNI) Yoedhi Swastono yang menyebut, MSG lebih cenderung membahas masalah sosial dan budaya ras melanesia. Termasuk Papua.
“ULMWP adalah perwakilan melanesia Indonesia di luar negeri. Di dalam negeri, sudah dideglarasikan 6 Oktober 2015 lalu di Ambon. Persaudaraan masyarakat melanesia Indonesia ini dibentuk lima gubernur yakni Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur,” kata Yoedhi dalam diskusi itu.
Katanya, Persaudaraan Masyarakat Melanesia Indonesia itu adalah organisasi kebudayaan dibawa pembinaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Jadi tak tepat kalau bicara Diaspora Papua di luar negeri hanya mewakili kelompok masyarakat Papua,” ucapnya.
Namun pendapat lain dikatakan Tantowi Yahya. Katanya, MSG bukanlah forum kebudayaan, tapi forum politik. Dalam setiap agenda negara-negara Pasifik selalu menempatkan issu pelanggaran HAM di Papua sebagai pembahasan.
“Ada keinginan mereka (negara Pasifik) melakukan Pepera ulang. Bahkan kemudian membentuk tim pencari fakta pelanggaran HAM di Papua. Hubungan Indonesia dengan negara-negara MSG misalnya Papua Nugini, Fiji dan Vanuatu memang baik. Tapi ada gerakan yang tak bisa diremehkan yaitu gerakan mendukung kemerdekaan Papua,” kata Tantowi.
Menurutnya, internasionalisasi isu Papua sesuatu yang sangat dikhawatirkan. Kini mulai terlihat hasilnya. Semakin banyak negara-negara yang mendukung Papua lepas dari NKRI.
Dalam tiga tahun terakhir lanjut Tantowi, pihaknya beberapa kali berkunjung ke Pasifik dan melakukan beberapa pertemuan rahasia dengan pejuang kemerdekaan Papua di luar negeri.
“Kami melihat terjadi perubahan keinginan. Dulu mereka ingin pemerintah menyelesaikan masalah kemiskinan, ketertinggal dan dan ketidak adilan. Tapi mereka akhirnya tahu isu itu tak laku dijual di dunia internaisional. Mereka mengubahnya menjadi issu HAM di dunia internasional. Suka tak suka ada hasilnya. Termasuk adanya dukungan negara-negara yang ingin Papua lepas dari Indonesia,” ucapnya.
Ia juga menyatakan, kegaduhan politik di Indonesia belakang ini, jadi kesempatan aktivis Papua Merdeka melakukan pergerakan diplomasi. Katanya, jangan berpikir aktivis Papua Merdeka tak memperhatikan kegaduhan politik Indonesia. Kini isu Papua di dunia internasional tak bisa dibendung.
“Masalah Papua tak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah, kordinasi antar Kementerian dan lembaga juga lemah. Selain itu ada perbedan pandangan antar pemerintah dan legislatif mengenai masalah Papua. Pemerintah menilai masalah Papua masih seputar kemiskinan, kesenjangan, ketertinggalan dan ketidak adilan. Sementara kami melihat, terjadi pergeseran landasan perjuangan seperti yang digaungkan aktivis Papua Merdeka,” imbuhnya.
Sementara Latifah Anum Siregar mengatakan, jika Pemerintah Indonesia ingin membangun dialog, perlu terlebih dahulu menyatukan pandangan berbagai pihak. Jangan lagi ada perbedaan pandangan.
“Berbagai pihak juga harus dilibatkan dan harus jelas siapa yang ditunjuk presiden untuk mengurus Papua. Jangan satu kementerian datang dengan agenda lain dan kementerian lainnya dengan agenda lain,” kata Anum.
Di tempat yang sama, Victor Mambor menambahkan, yang jadi pertanyaan orang asli Papua selama ini apa sebanarnya yang dianggap penting oleh Pemerintah Indonesia di Papa. Apakah orang asli Papua ataukan tanah Papua berikut Sumber Daya Alamnya?
Selama ini ketika orang asli Papua ditembak, dibunuh dan lainnya, Indonesia sangat lamban. Bahkan terkesan tak peduli.
“Tapi kalau kejadian di tempat lain, respon Indonesia cepat dan semua pihak peduli. Misalnya saja kasus Paniai, kejadian siang hari, disaksikan ratusan orang, ada bukti selongsong peluru, namun pelaku belum terungkap hingga kini. Mungkin bukan orang asli Papua yang diinginkan, tapi tanah dan Sumber Daya Alam kami,” kata Mambor.
Mengenai pembahasan Papua oleh negara-negara yang tergabung dalam MSG lanjut Mambor, sejak 2010-2015 ia mendapat kesempatan meliput sejumlah pertemuan MSG. Issu Papua tak muncul begitu saja. Bahkan katanya, ia menilai, isu Papua yang dibahas MSG pada 2015 belum seberapa dibanding 2013 lalu.
“Dimana ditahun itu jelas MSG menyatakan mengakui penentuan nasib sendiri terhadap Papua dan adanya pelanggaran HAM. Ini akan bergulir terus,” katanya. (Arjuna Pademme)
Editor : Dominggus Mampioper
Sumber :
COPYRIGHT © JUBI 2015

 

http://tabloidjubi.com/2016/01/27/freeport-indonesia-minta-6-bulan-izin-ekspor-konsentrat-tembaga/

Freeport Indonesia Minta 6 Bulan Izin Ekspor Konsentrat Tembaga

Freeport Indonesia Minta 6 Bulan Izin Ekspor Konsentrat Tembaga